![]() |
| Wali Kota Yogyakarta Terima Audiensi PMMY, /foto.dok/ lbh.cakrainvestigasi.com/ |
YOGYAKARTA, Cakrainvestigasi.com — Wali Kota Yogyakarta, dr. Hasto Wardoyo, menerima audiensi Paguyuban Musisi Malioboro Yogyakarta (PMMY) pada Rabu, 17 November 2025 pukul 10.00 WIB di ruang kerja Wali Kota. Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua PMMY Agus Kopakafia, Sekretaris Boyni Kristian, Wasek Roni Kristanto, Bendahara Muh Amiin, serta sekitar 10 anggota lainnya. PMMY turut didampingi tim LBH RAJAWALI MAS yang diwakili Abdul Rahman, S.H.
Dalam audiensi tersebut, PMMY menyampaikan lima poin tuntutan terkait aktivitas pengamen di kawasan Malioboro, yakni:
- 1. Memperbolehkan pengamen kembali tampil secara keliling di sepanjang kawasan Malioboro.
- 2. Pendataan pengamen diprioritaskan bagi mereka yang rutin tampil di Malioboro sejak 2020–2025.
- 3. Pengamen diberikan payung hukum sebagai pekerja seni di kawasan Malioboro.
- 4. Tidak mendatangkan pengamen baru sebelum proses pendataan dan pembinaan selesai.
- 5. Hasil audiensi disampaikan secara resmi kepada dinas terkait, serta penolakan terhadap pendataan oleh Dinas Kebudayaan yang dinilai kurang transparan.
Wali Kota Yogyakarta, dr. Hasto, menyambut baik seluruh masukan dari PMMY. Ia menyesalkan ucapan salah satu pejabat Dinas Kebudayaan yang menyebut “alat gitar sampah”, dan menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak pantas disampaikan kepada para pekerja seni. Dirinya juga menegaskan komitmen untuk selalu berpihak kepada wong cilik, sejalan dengan garis perjuangan PDI Perjuangan.
dr. Hasto memastikan bahwa Pemkot Yogyakarta akan menyiapkan payung hukum khusus bagi para pengamen Malioboro melalui Perwal, guna melindungi hak dan kewajiban musisi jalanan serta memastikan keberlangsungan aktivitas seni di kawasan tersebut.
![]() |
| Wali Kota Yogyakarta Terima Audiensi PMMY, /foto.dok/ lbh.cakrainvestigasi.com/ |
Selain itu, dr. Hasto menyampaikan bahwa pada tahun 2026 Pemkot Yogyakarta akan mengupayakan anggaran khusus bagi pengamen melalui program kebudayaan kota. Anggaran tersebut diharapkan dapat memperkuat pendapatan para musisi jalanan dan mempertegas kedudukan mereka sebagai bagian dari ekosistem seni budaya Kota Yogyakarta.
Terkait permintaan agar pengamen tetap bisa tampil secara keliling, Wali Kota menyatakan bahwa hal tersebut akan dipertimbangkan lebih lanjut. Ia menggambarkan proses komunikasi antara PMMY dan Pemkot sebagai “seperti orang pacaran”, yang membutuhkan penyesuaian untuk mencapai kesepahaman bersama.
Dari pihak pendamping, Abdul Rahman menyoroti pendataan yang dinilai tidak terbuka. Dari 116 nama yang muncul, tidak semuanya merupakan pengamen yang rutin tampil di Malioboro. Ia menegaskan bahwa pendataan harus memprioritaskan pengamen lama yang konsisten sejak 2020–2025, termasuk pengamen tuna netra dan kelompok girli.
Sementara itu, Roni Kristanto mengusulkan pembagian zona mengamen agar lebih tertib. Menurutnya, kawasan Titik Nol hingga Hotel Garuda idealnya hanya diisi sekitar 50 pengamen, sementara ruas Tugu hingga Jalan Mangkubumi dapat dijadikan zona berbeda. “Bukan berarti kami menolak titik-titik yang sudah disediakan, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi lapangan,” ujarnya.
Di sisi lain, Krisna Triwanto, Ketua Yayasan YPK Rajawali Mas sekaligus advokat LBH RAJAWALI MAS, mengapresiasi sikap Wali Kota yang dinilai berpihak pada kaum kecil. Ia menekankan bahwa profesi pengamen merupakan pekerjaan ad hoc yang membutuhkan pembinaan sebelum dilakukan kurasi. “Pembinaan harus diutamakan terlebih dahulu, tidak langsung dilakukan kurasi profesional,” tegasnya.
Audiensi ini menjadi langkah awal dalam upaya menata kembali keberadaan pengamen di Malioboro agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Yogyakarta sekaligus terlindungi secara hukum maupun sosial.
(Pay )


Social Header
Berita