![]() |
/Foto ilustrasi, Cakrainvestigasi.com / |
POJOK OPINI
Oleh : Mas Pay
Setiap tanggal 17 Agustus, bendera merah putih dikibarkan, lagu kebangsaan berkumandang, dan rakyat Indonesia larut dalam euforia perayaan kemerdekaan. Namun di balik gegap gempita itu, ada pertanyaan yang terus menghantui: apakah kemerdekaan ini benar-benar telah dirasakan oleh seluruh rakyat, terutama generasi penerus bangsa?
Sejarah mencatat, kemerdekaan diraih dengan darah dan air mata. Para pendiri bangsa bermimpi menghadirkan negeri yang adil, makmur, dan bermartabat. Namun, setelah puluhan tahun merdeka, wajah rakyat sering kali masih dipenuhi kerut penderitaan. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi, lapangan kerja tak mudah diperoleh, dan hukum lebih sering tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
Di tengah realitas ini, kita patut bertanya: apakah ini kemerdekaan yang dicita-citakan? Jika kemerdekaan hanya sebatas seremonial, maka nilai perjuangan itu kehilangan makna. Sebab, kemerdekaan sejati bukanlah sekadar simbol, bendera, lagu, atau upacara, melainkan kesejahteraan yang nyata di tengah rakyat.
Merdeka sejati adalah ketika rakyat tidak lagi lapar.
Merdeka sejati adalah ketika setiap anak memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan hingga tuntas.
Merdeka sejati adalah ketika hukum berlaku tanpa pandang bulu.
Dan merdeka sejati adalah ketika keringat rakyat kecil dihargai sesuai jerih payahnya.
Selama rakyat masih berkutat dalam kesengsaraan, maka kemerdekaan belum sepenuhnya menjadi milik bersama. Generasi penerus bangsa membutuhkan lebih dari sekadar cerita heroik masa lalu. Mereka butuh bukti nyata: lapangan kerja, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan jaminan keadilan sosial.
Tugas negara hari ini bukan hanya menjaga simbol kemerdekaan, melainkan memastikan bahwa kemerdekaan itu hidup dan bernapas dalam keseharian rakyat. Sebab, kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat bisa tersenyum, hidup tenang, dan menatap masa depan dengan penuh harapan.
Social Header
Berita