![]() |
| Foto ilustrasi, cakrainvestigasi.com |
POJOK OPINI
Oleh : mas Pay
Penerapan sistem e-katalog dalam dunia konstruksi sejatinya merupakan langkah pemerintah menuju tata kelola pengadaan yang lebih transparan, efisien, dan bebas dari praktik korupsi. Dengan sistem digital ini, seluruh proses pengadaan barang dan jasa, mulai dari pencatatan, pemilihan penyedia, hingga transaksi dapat dilacak secara terbuka. Tujuannya jelas: mengurangi celah penyimpangan dan memastikan kualitas proyek sesuai dengan anggaran negara.
Namun, di balik semangat transparansi tersebut, terdapat tantangan besar yang dirasakan para pengusaha lokal, terutama mereka yang bergerak di sektor kecil dan menengah. Banyak di antara mereka yang belum siap beradaptasi dengan sistem digital yang menuntut pemahaman teknologi, kelengkapan administrasi, serta kemampuan bersaing dengan perusahaan besar dari luar daerah.
Bagi pengusaha lokal, e-katalog seringkali terasa seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, sistem ini membuka peluang agar mereka dapat bersaing secara terbuka. Namun di sisi lain, aturan teknis yang rumit, kebutuhan dokumen legal yang lengkap, serta persyaratan produk bersertifikat justru menjadi hambatan. Akibatnya, hanya sebagian kecil pelaku lokal yang mampu menembus daftar penyedia di e-katalog, sementara proyek-proyek besar tetap dikuasai perusahaan berpengalaman dari luar daerah.
Lebih jauh, dampaknya terasa pada perekonomian daerah. Ketika kontraktor lokal tersisih dari sistem, uang hasil proyek pemerintah tidak lagi berputar di wilayah tersebut. Pekerja lokal kehilangan kesempatan kerja, dan roda ekonomi daerah melambat. Padahal, jika pelaku lokal dilibatkan lebih banyak, efek bergandanya akan jauh lebih besar—dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan daya beli, hingga pertumbuhan usaha pendukung seperti bahan bangunan dan transportasi.
Karena itu, pemerintah perlu menyeimbangkan antara digitalisasi dan pemberdayaan. E-katalog memang wajib diterapkan, tetapi pembinaan terhadap pengusaha lokal juga harus menjadi prioritas. Pelatihan teknis, pendampingan administrasi, hingga kemudahan akses sertifikasi harus diberikan secara nyata agar para pelaku lokal mampu bersaing di platform tersebut.
Dengan demikian, sistem e-katalog tidak hanya menjadi simbol transparansi birokrasi, tetapi juga alat pemerataan ekonomi. Keadilan bukan hanya soal akses informasi, tetapi juga soal kesempatan yang setara bagi semua pelaku usaha untuk tumbuh dan berkontribusi dalam pembangunan negeri.

Social Header
Berita