![]() |
| Musisi Malioboro Keberatan atas Larangan Mengamen, Audiensi dengan Dinas Kebudayaan. / Foto.dok/ lbh/cakrainvestigasi.com/ |
YOGYAKARTA, Cakrainvestigasi.com — Paguyuban Musisi Malioboro Yogyakarta (PMMY) melakukan audiensi dengan Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta pada Kamis (6/11) pukul 11.00 WIB. Pertemuan berlangsung di Kantor Dinas Kebudayaan dan diterima langsung oleh Kepala Dinas, Yeti, didampingi Sekretaris Dinas serta Kepala Bagian Adat dan Tradisi.
Dari pihak PMMY hadir sejumlah perwakilan, di antaranya Johan Muslimin (Ketua), Boyni (Sekretaris), Agus Kopakapia (Wakil Ketua), Sudarmanto (Koordinator Lapangan), serta beberapa anggota lain. Mereka turut didampingi oleh perwakilan LBH Rajawali Mas.
Dalam pertemuan tersebut, PMMY menyampaikan keberatan atas larangan mengamen di kawasan Malioboro yang diberlakukan secara mendadak sejak 7 Oktober 2025. Selain itu, mereka memprotes tindakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kebudayaan yang dinilai arogan karena melakukan penyitaan alat musik milik para pengamen, termasuk gitar.
Menurut perwakilan PMMY, Agus Kopakapia, para musisi sebelumnya telah bertemu dengan Wali Kota Yogyakarta yang menyampaikan bahwa aktivitas mengamen keliling tetap diperbolehkan, asalkan dilakukan secara tertib dan sopan. Namun, larangan dari Dinas Kebudayaan dianggap bertentangan dengan arahan tersebut.
Situasi audiensi sempat memanas ketika Kepala Dinas Kebudayaan, Yeti, menyampaikan pernyataan yang dianggap menyinggung perasaan para pengamen.
“Di Malioboro itu pengamen dan pedagang asongan itu sampah semua, alat dan dagangannya yang dimaksud sampah,” ujar Yeti sebagaimana disampaikan peserta audiensi.
Pernyataan itu langsung ditanggapi oleh Boyni, Sekretaris PMMY, yang menegaskan:
“Itu alat, Bu, bukan sampah. Dagangan pedagang asongan itu makanan dan minuman.”
Dalam diskusi tersebut, pihak Dinas Kebudayaan meminta agar PMMY mengajukan surat resmi kepada Wali Kota jika ingin menindaklanjuti keberatan atas larangan tersebut. Namun, ketika perwakilan LBH Rajawali Mas, Abdul Rahman, S.H., meminta Kepala Dinas menunjukkan surat larangan tertulis, permintaan itu ditolak.
Baca juga : Dua Pengendara Luka-Luka Akibat Tabrakan Antar Motor di Jalan Prambanan–Piyungan
Ketegangan meningkat ketika Kepala Dinas menuduh para pengamen berbohong terkait pernyataan Wali Kota yang memperbolehkan mengamen keliling. Ia bahkan sempat menghubungi Sekretaris Pribadi Wali Kota di tengah rapat untuk mengonfirmasi hal tersebut, dan kembali menegaskan bahwa mengamen keliling dilarang, dengan alasan telah disiapkan titik-titik khusus untuk aktivitas tersebut.
Namun, perwakilan pengamen, Sudarmanto, menilai penentuan titik-titik itu tidak sesuai dengan realitas di lapangan.
“Kebanyakan yang ngamen di titik itu bukan pengamen rutin yang biasa tampil di Malioboro,”
ujarnya. Ia juga mempertanyakan dasar pendataan pengamen yang disebut berjumlah 110 orang, karena data tersebut dinilai tidak jelas sumbernya.
Audiensi akhirnya berakhir tanpa kesepakatan final. Pihak PMMY berencana menindaklanjuti persoalan ini melalui jalur resmi ke Wali Kota Yogyakarta, dengan harapan ada kejelasan kebijakan yang tidak merugikan para musisi jalanan yang selama ini menjadi bagian dari kultur Malioboro sebagai ruang ekspresi seni rakyat.
Sementara itu, Ketua LBH Rajawali Mas, Kharisman Amurullah, menyayangkan pernyataan Kepala Dinas Kebudayaan yang dinilai tidak mencerminkan sikap seorang pejabat kebudayaan di kota beradab seperti Yogyakarta.
“Pernyataan tersebut tidak menunjukkan pribadi yang berbudaya dan santun. Menyamakan alat pengamen serta dagangan pedagang asongan dengan sampah adalah bentuk penghinaan terhadap martabat manusia. Kami akan mengklarifikasi lebih lanjut soal ini,” tegasnya Saat di konfirmasi cakrainvestigasi.com. Sabtu ( 8/11).

Social Header
Berita