![]() |
| Foto.Ilustrasi |
POJOK OPINI
Keterlambatan pencairan Dana Desa di Kalurahan Serut bukan lagi sekadar soal teknis administrasi. Ini adalah persoalan serius yang langsung menyentuh kehidupan warga. Setiap hari keterlambatan itu terjadi, pembangunan di tingkat kalurahan ikut tersandera. Jika tidak segera diselesaikan, dampaknya akan semakin luas dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas tata kelola pemerintahan di tingkat bawah.
Pertama, kita harus berani mengakui bahwa administrasi yang berbelit dan minim kesiapan dokumen menjadi penghalang utama. Ketika berkas tidak lengkap, laporan tahun sebelumnya belum tuntas, atau sinkronisasi anggaran tidak selesai tepat waktu, pencairan pasti terhambat. Masalahnya: masyarakat tidak peduli soal dokumen. Mereka hanya ingin melihat pembangunan berjalan. Dan ketika realisasi nol besar, yang disalahkan adalah pemerintah kalurahan—bukan sistem.
Kedua, dampaknya sudah jelas. Proyek fisik di Serut kini terancam stagnan. Jalan lingkungan yang menunggu perbaikan, talud yang butuh penanganan cepat, sungai yang harus dinormalisasi sebelum musim hujan—semua kini masuk daftar tunggu tanpa ada kepastian. Setiap hari terlambat berarti risiko kerusakan makin besar dan biaya perbaikan makin mahal. Di daerah rawan longsor, keterlambatan ini bukan sekadar menghambat pembangunan, tapi juga mengancam keselamatan.
Ketiga, pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat juga ikut mati suri. Program pelatihan, bantuan UMKM, padat karya, hingga kegiatan sosial kemasyarakatan tidak bisa bergerak tanpa Dana Desa. Kalurahan Serut yang seharusnya bisa memacu pertumbuhan lokal justru terjebak dalam lingkaran lambatnya birokrasi.
Ironisnya, dalam banyak kasus, hambatan ini muncul bukan karena kekurangan dana dari pusat, melainkan karena ketidaksigapan pemerintah desa dalam menuntaskan persyaratan. Jika kondisi ini terus berulang dari tahun ke tahun, maka wajar jika kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kalurahan akhirnya tergerus.
Selanjutnya, pemerintah harus berani menjawab pertanyaan penting:
Mengapa Kalurahan Serut tidak siap?
Apakah SDM pengelola keuangan kurang? Apakah koordinasi dengan kapanewon lemah? Ataukah ada pola kerja yang tidak disiplin sehingga dokumen penyertaan selalu terlambat?
Krisis seperti ini seharusnya menjadi alarm keras. Pemerintah kalurahan tidak boleh lagi terperangkap dalam pola lama yang bergantung pada pencairan tanpa menyiapkan fondasi administrasi yang kuat. Kalurahan Serut membutuhkan percepatan, transparansi, dan reformasi tata kelola anggaran agar tidak terus–menerus menjadi korban dari kesalahan sendiri.
Pada akhirnya, masyarakat berhak mendapatkan jawaban dan kepastian. Mereka tidak bisa menunggu tanpa batas waktu, sementara kebutuhan pembangunan terus mendesak. Dana Desa bukan hadiah—itu hak publik. Dan ketika pencairannya tersendat, sudah seharusnya pemerintah desa bertanggung jawab dan segera membenahi akar permasalahannya.
Seperti diketahui bahwa pagi dana desa Gunungkidul sekitar 168,8 miliar pada tahap pertama, dan sudah dicairkan sebesar 99,6 miliar sedang untuk tahap dua sudah tersalurkan 68,9 miliar.
Seperti dikutip dari kompas.com bahwa, dua kelurahan yang belum bisa mencairkan dana desa tahap dua, Yakni Kalurahan Serut dan Bohol ,untuk pagu Kalurahan Serut sebesar 208,5 juta dan Kalurahan Bohol 13,7 juta. Hal tersebut seperti disampaikan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat DPMKP2KB Gunungkidul, Khoiru Rahmat
Kalurahan Serut harus bergerak cepat. Jika tidak, maka yang dirugikan bukan hanya program pembangunan, tetapi juga masa depan warga yang sepenuhnya bergantung pada keberhasilan tata kelola pemerintah di tingkat paling bawah. ( Red ).

Social Header
Berita